Buah Busuk dari Penerapan Sistem Busuk


Pengadilan adalah sebuah lembaga yang diharapkan dapat menegakkan keadilan di negeri ini. Namun, sepertinya bukan merupakan rahasia umum lagi bahwa ternyata lembaga keadilan ini justru menempati angka korupsi yang cukup tinggi. Hal ini bahkan tampak pada kasus yang tergolong kecil sekalipun, misalnya sidang tilang. Seperti yang terjadi pada Rabu (15/9), saat berlangsung sidang tilang bagi para pengendara kendaraan bermotor yang terkena semprit polisi. Sejak pagi, Pengadilan Negeri Kota Kediri telah dipadati oleh para terdakwa tilang. Sidang yang dijadwalkan dimulai pukul 8.00 wib, namun hingga pukul 9.00 wib belum juga ada tanda-tanda akan dimulai.

Para korban tilang pun tampak berkerumun menunggu dimulainya sidang. “Pak, sidangnya kok belum dimulai ya?” tanya salah seorang laki-laki kepada petugas pengadilan yang berdiri di depan pintu kantor. “Belum mas, jaksanya belum datang,” ungkapnya. “Daripada nunggu lama, saya nitip aja deh pak,” ujar korban tilang tersebut sambil sedikit berbisik kepada petugas berseragam kecokelatan itu. Petugas itupun segera mengarahkan laki-laki tersebut ke pos satpam. Kemudian terlihat kompromi antara korban tilang dengan satpam, yang berlangsung di dalam pos kecil di sebelah gerbang. Beberapa lembar uang puluh ribuan pun dengan cepat berpindah tangan. Tak lama kemudian, STNK yang sudah dua minggu disita diberikan oleh satpam kepada sang empunya. Akhirnya karena tidak betah berpanas-panasan menunggu sidang yang tak kunjung mulai, sebagian besar para korban tilang pun memutuskan untuk ‘nitip pak satpam’ saja.

Begitulah fenomena yang sering dijumpai di lembaga pengadilan. Siapa sangka lembaga yang harusnya menjunjung tinggi keadilan ini ternyata sangat sarat dengan praktik suap. Hingga satpam yang tergolong karyawan bawah pun juga berani melakukan perbuatan maksiat tersebut. Jika bawahannya saja seperti itu, bisa dibayangkan sendiri bagaimana keberanian dari para atasannya. Pastinya lebih besar. Keberanian yang besar, dengan angka rupiah yang lebih besar pula tentunya.

“Ini kan sudah menjadi tradisi,” kilah seorang korban tilang. Benar, ini memang sudah menjadi tradisi. Namun, tradisi buruk ini tidak layak dipertahankan. Tradisi ini tidak akan pernah hilang jika kita tidak berupaya untuk menghilangkannya, dan justru memupuknya hingga mengakar menjadi pohon kuat. Ketahuilah bahwa suatu saat nanti, pohon tersebut akan berbuah, dan buahnya tergantung pada benih yang ditanam. Jika benihnya baik maka buahnya pun akan baik, sebaliknya jika benihnya buruk maka buah yang dihasilkan juga akan buruk. Buah tersebut bisa menjadi hidangan lezat atau justru menjadi racun yang mematikan.

Benih di sini diibaratkan sebagai sistem yang mengatur negara. Benih ini akan tumbuh menjadi pohon kokoh, yang berarti sebuah tatanan kehidupan. Dari tatanan kehidupan tersebut akan terbentuk cabang-cabang bidang kehidupan (politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan, hukum, dan lain-lain), yang diibaratkan sebagai ranting pohon. Aturan-aturan yang diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan itulah yang dianalogikan sebagai buah. Sehingga tak heran jika saat ini negara kita menanam (benih) sistem Kapitalisme, maka akan tumbuh menjadi pohon Kapitalisme. Kemudian dari pohon tersebut akan tumbuh ranting kehidupan yang akan menghasilkan aturan (buah) yang kapitalis pula. Fenomena sidang tilang di atas merupakan salah satu contohnya. Di mana ranting hukum dari pohon Kapitalisme akan menghasilkan buah suap dan korupsi serta ketidakadilan. Akibatnya, buah tersebut dapat meracuni moral masyarakat dan melunturkan kepercayaan masyarakat terhadap hukum di negara ini.

Maka dari itu, penting bagi kita untuk menanam benih (sistem) yang terbaik bagi negara ini, agar buah (aturan) yang dihasilkan juga unggulan, sehingga rasa manis (maslahat) nya bisa dinikmati oleh semua orang. Tidak ada benih yang baik kecuali benih yang diciptakan oleh Yang Maha Baik, yaitu sistem Islam. Yakinlah bahwa dengan benih unggulan tersebut (syariat Islam), akan mampu dihasilkan buah terbaik, yaitu penerapan aturan-aturan Islam rahmatan lil ‘alamin dalam segala aspek kehidupan.

Jangan biarkan harta yang kita upayakan dengan kerja keras banting tulang, begitu mudahnya saja masuk ke kantong para koruptor yang pemalas! Waspadalah! Betapa saat ini kita sedang dibodohi oleh sistem yang bodoh! Back to Islam, now!

[Zakiya El Karima]

Tinggalkan komentar